** Siap Pak (Jakarta) - Kasus dugaan korupsi dalam pengadaan Liquidified Natural Gas (LNG) kembali mengguncang Indonesia dengan tersangka utama, Galaila Karen Kardinah, yang lebih dikenal sebagai Karen Agustiawan. Karen Agustiawan, mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode 2009-2014, ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa malam, 19 September 2023.
**Pertamina Merespons dengan Penuh Kepatuhan**
Terkait dengan perkembangan ini, PT Pertamina (Persero), perusahaan minyak dan gas terbesar di Indonesia, telah memberikan respons resmi. Melalui Wakil Presiden Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, perusahaan tersebut menjelaskan bahwa mereka sepenuhnya menghormati proses hukum yang tengah berjalan di KPK. Fadjar menekankan komitmen Pertamina dalam menjalankan bisnis sesuai dengan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang ditetapkan dalam peraturan dan regulasi yang berlaku.
"Pertamina juga menerapkan asas praduga tidak bersalah dan memberikan pendampingan serta bantuan hukum sesuai peraturan yang berlaku di perusahaan," ungkap Fadjar.
**Kronologi Penetapan Tersangka Karen Agustiawan**
Untuk memahami lebih lanjut tentang kasus ini, mari kita tinjau kronologi penetapan Karen Agustiawan sebagai tersangka dan duduk perkara yang terkait:
**1. Penetapan sebagai Tersangka**
Pada Selasa, 19 September 2023, Ketua KPK, Firli Bahuri, mengumumkan bahwa Karen Agustiawan telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan korupsi pengadaan LNG oleh Pertamina pada tahun 2011-2021. Penetapan tersangka ini merupakan langkah KPK dalam menindaklanjuti laporan masyarakat dan berdasarkan informasi serta data yang telah diverifikasi.
**2. Kronologi Kasus**
Berdasarkan pemaparan Firli Bahuri dalam konferensi pers, kasus ini bermula sekitar tahun 2012, ketika PT Pertamina (Persero) memiliki rencana untuk mengadakan LNG sebagai alternatif untuk mengatasi defisit gas di Indonesia. Diperkirakan defisit gas akan terjadi di Indonesia dari tahun 2009 hingga 2040, sehingga pengadaan LNG diperlukan untuk memenuhi kebutuhan PT PLN Persero, industri pupuk, dan industri petrokimia lainnya di Indonesia.
Karen Agustiawan, yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Persero pada periode 2009-2014, kemudian mengambil kebijakan untuk menjalin kerjasama dengan beberapa produsen dan supplier LNG di luar negeri, salah satunya Corpus Christi Liquefaction (CL) di Amerika Serikat.
Keputusan ini diambil oleh Karen Agustiawan secara sepihak tanpa melakukan kajian dan analisis menyeluruh. Yang lebih mengkhawatirkan adalah bahwa keputusan ini tidak dilaporkan kepada Dewan Komisaris PT Pertamina, dan tidak dibahas dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), yang harusnya melibatkan pemerintah.
Dalam prosesnya, semua kargo LNG yang dibeli dari perusahaan CL di Amerika Serikat tidak terserap di pasar domestik, menyebabkan oversupply yang berdampak pada penjualan di pasar internasional dengan harga lebih rendah. Perbuatan ini dianggap melanggar beberapa ketentuan, termasuk Peraturan Menteri BUMN dan Peraturan Menteri BUMN tentang Pedoman Kerjasama BUMN.
**3. Kerugian Keuangan Negara**
Tindakan Karen Agustiawan dalam kasus ini diperkirakan menyebabkan kerugian keuangan negara sekitar US$ 140 juta, yang setara dengan Rp2,1 triliun. Oleh karena itu, Karen Agustiawan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
**4. Komitmen KPK**
Firli Bahuri, Ketua KPK, menegaskan komitmen lembaganya dalam mengungkap dan membawa kasus-kasus yang mengakibatkan kerugian keuangan negara ke proses persidangan. Langkah ini diambil dengan harapan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku tindak pidana korupsi dan memaksimalkan pemulihan keuangan negara.
Kasus ini membawa dampak yang signifikan pada Pertamina dan juga merupakan ujian bagi KPK dalam memerangi korupsi di Indonesia. Perusahaan minyak dan gas terbesar di Indonesia sekarang harus menjaga reputasinya dan menjalani proses hukum yang adil, sementara KPK berusaha untuk membawa setiap kasus korupsi ke proses hukum untuk mempertahankan integritas negara.
Kita akan terus mengikuti perkembangan kasus ini dan melihat bagaimana hukum akan ditegakkan dengan adil dan transparan. (KBO Babel)