Siap pak86.xyz
Bangka-Belitung - Sebuah drama hukum dan keadilan sedang berkembang di perairan Bangka Belitung, di mana kapal motor Layla telah menjadi pusat perhatian. Kapten kapal, Jally, diduga menggunakan alat tangkap terlarang jenis Pukat Harimau atau Trawl, milik Mira, pemilik kapal. Selain itu, muncul dugaan adanya jual beli hukum dalam penanganan kasus hilangnya ABK Edi, yang akrab dipanggil Gondrong. Jumat (16/2/2024).
Peristiwa tragis ini bermula ketika ABK Edi menghilang di perairan Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, beberapa hari yang lalu. Meskipun upaya pencarian telah dilakukan, mayat Edi belum ditemukan hingga saat ini.
Masyarakat sekitar, termasuk narasumber inisial EP, merasa kecewa atas penanganan kasus ini oleh pihak kepolisian Sat Polairud Polres Bangka Selatan, Polda Bangka Belitung. Mereka merasa bahwa fokus penyelidikan hanya pada motif hilangnya Edi, sedangkan kapten kapal dan pemiliknya tidak ditahan atau ditindak secara tegas.
Kapal Layla milik Mira, yang diduga menggunakan alat tangkap ikan terlarang, menjadi sorotan utama dalam kasus ini. Kapten Jally pernah menyatakan, "Ada duit tidak ada perkara yang sulit," yang menimbulkan asumsi di masyarakat bahwa ada praktik jual beli hukum yang terjadi di seputaran Bangka Selatan.
EP, selaku teman korban, mengungkapkan kekecewaannya atas pernyataan Jally. Dia merasa sakit hati karena merasa bahwa kapten dan pemilik kapal tidak ditahan oleh pihak kepolisian, padahal mereka memiliki keterkaitan erat dengan kasus hilangnya Edi.
Sementara itu, Marlena, keluarga korban, juga mengungkapkan kekecewaan serupa terhadap penanganan kasus ini.
Rizal Rahif, Kaperwil media Liputan7 Babel, juga turut memberikan pandangannya tentang kasus ini. Menurutnya, kepolisian seharusnya menindak tegas kapten kapal dan pemiliknya, yang merupakan pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas kecelakaan laut yang menyebabkan hilangnya Edi. Namun, hingga saat ini, mereka tidak ditahan atau ditindak secara hukum.
Dalam undang-undang pelayaran, diatur bahwa jika Nahkoda kapal tidak mematuhi K3 keselamatan dan keamanan kapal sehingga terjadi kecelakaan, tanggung jawab mutlak ada pada Nahkoda. Hal ini sesuai dengan Pasal 249 UU Pelayaran, yang menyatakan bahwa kecelakaan kapal yang mengakibatkan kematian dapat dikenakan pidana penjara dan denda.
Kasat Pol Airud Polres Bangka Selatan, AKBP Eddy Syuaidi, menyatakan bahwa yang paling bertanggung jawab dalam semua hal yang terjadi di kapal adalah Nahkoda.
Namun, terkait dengan tidak ditahannya kapten kapal, Eddy Syuaidi menyatakan bahwa penahanan memerlukan bukti yang cukup. Oleh karena itu, penyelidikan masih terus dilakukan untuk mengetahui penyebab hilangnya atau meninggalnya Edi.
Keluarga besar ABK Edi alias Gondrong, sekali lagi, meminta kepada Kapolda Bangka Belitung dan Kapolri untuk segera bertindak tegas dalam kasus ini.
Mereka merasa bahwa belum ada pertanggungjawaban dari Nahkoda dan pemilik kapal secara hukum terkait hilangnya anggota keluarga mereka.
Semua pihak berharap agar keadilan dapat ditegakkan dan pihak yang bertanggung jawab dapat diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. (KBO Babel)