Selamat Datang Diportal Berita Website SIAP PAK 86.XYZ
Kedatangan Kapal Osman 7 Berpotensi Menjadi Konflik, Ini Permintaan Nelayan Di depan Forkompimda Babel Terkait Pengerukan Alur Perairan Muara Jelitik

Kedatangan Kapal Osman 7 Berpotensi Menjadi Konflik, Ini Permintaan Nelayan Di depan Forkompimda Babel Terkait Pengerukan Alur Perairan Muara Jelitik

 



Sungailiat, (Bangka) - Gelombang kekhawatiran menerpa para nelayan di sekitar Sungailiat dan pulau-pulau tetangganya dengan berita tentang kedatangan Kapal Osman 7 yang siap melakukan pengerukan pasir di wilayah perairan Jelitik. Beredar kabar bahwa kapal ini, yang dilaporkan berasal dari PT Naga Laut Sumatera, akan menginvasi perairan yang selama ini menjadi sumber kehidupan mereka. Sabtu (4/4/2024)

Dari sumber-sumber terpercaya dan narasumber langsung di lapangan, Jejaring Media KBO Babel menerima informasi bahwa Kapal Osman 7 telah berlayar dari Pulau Batam pada tanggal 1 Mei 2024 lalu. Kabarnya, mereka akan menjalankan operasi pengerukan pasir di sekitar wilayah kerja PT Pulomas Sentosa atau tepat di alur muara Air Kantung, Jelitik.

Namun, rencana ini segera mendapat kecaman keras dari Forum Masyarakat Nelayan Pesisir & Sekitarnya (Formanpis) Kabupaten Bangka. Wakil ketua Formanpis, Heri, dengan lantang menyuarakan kekhawatiran bahwa kedatangan Kapal Osman 7 dapat memicu konflik di antara nelayan Sungailiat dan sekitarnya.

"Dalam situasi seperti ini, kami, nelayan, tidak akan diprovokasi atau diatur-atur oleh pihak manapun. Kami akan bersatu untuk menjaga perairan kami dari ancaman yang mengintai," tegas Heri.

Heri menegaskan bahwa kepentingan nelayan harus diprioritaskan di atas segalanya. Mereka telah menderita cukup lama karena kegiatan ilegal dan merugikan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Sekarang, mereka bersiap untuk melawan dengan segala cara yang diperlukan.

"Saya menyerukan kepada seluruh nelayan Sungailiat dan sekitarnya untuk bersiap-siap. Kita tidak akan membiarkan kedaulatan wilayah kita diinjak-injak oleh siapapun," tambah Heri dengan penuh semangat.

Dalam situasi yang semakin tegang ini, pihak PT Naga Laut Sumatera, melalui perwakilannya, Santo, mengonfirmasi rencana mereka untuk melakukan kegiatan pengerukan pasir di wilayah perairan Jelitik. 

Meskipun tidak secara langsung menyebutkan bahwa kegiatan tersebut terkait dengan pendalaman alur muara Jelitik, Santo tidak menyangkal bahwa hal tersebut merupakan bagian dari rencana operasional kapal.

Pernyataan Santo ini memicu kemarahan lebih lanjut di kalangan nelayan. Mereka bersikeras bahwa kegiatan pengerukan pasir ini tidak hanya akan merusak lingkungan, tetapi juga akan mengancam mata pencaharian mereka yang sudah terancam.

"Sudah cukup! Kami tidak akan membiarkan perusahaan atau kapal-kapalnya menghancurkan sumber daya alam kami dan mencuri nafkah kami. Kami siap untuk berdiri melawan!" seru seorang nelayan yang enggan disebutkan namanya.

Dalam upaya untuk menenangkan situasi, pihak PT Pulomas Sentosa menegaskan bahwa mereka akan melanjutkan kegiatan normalisasi alur muara Air Kantung sesuai dengan izin yang mereka miliki. 

Mereka juga menawarkan kerjasama kepada nelayan setempat untuk memastikan keberlanjutan sumber daya perikanan di wilayah tersebut.

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kami akan menjalankan kegiatan kami sesuai dengan aturan yang berlaku dan kami siap untuk bekerja sama dengan masyarakat setempat untuk mencapai tujuan yang sama," kata juru bicara PT Pulomas Sentosa dengan nada yakin.

Namun, sikap tegas nelayan dan kekhawatiran akan dampak lingkungan dari kegiatan pengerukan pasir ini tetap menjadi sorotan utama. Mereka menuntut klarifikasi dari pihak berwenang terkait izin yang diberikan kepada PT Naga Laut Sumatera untuk melakukan kegiatan tersebut. 

"Saya menghimbau kepada seluruh pihak terkait untuk bertanggung jawab dan transparan dalam mengelola sumber daya alam kita. Kami tidak akan tinggal diam menghadapi ancaman ini," tegas Heri.

Dengan situasi yang semakin memanas, terlihat bahwa konflik antara kepentingan ekonomi dan lingkungan semakin menegang di perairan Jelitik. 

Bagaimanapun juga, keberlanjutan sumber daya alam dan kehidupan nelayan harus diutamakan dalam setiap kebijakan dan operasi yang dilakukan di wilayah tersebut.

Pemerintah daerah dan pihak terkait diharapkan untuk bertindak sebagai mediator yang adil dan mengedepankan kepentingan seluruh stakeholder. 

Keterbukaan, transparansi, dan partisipasi aktif dari masyarakat lokal akan menjadi kunci untuk menemukan solusi yang berkelanjutan dalam menghadapi tantangan ini.

Sementara itu, nelayan Sungailiat dan sekitarnya bersiap untuk menjaga kedaulatan wilayah mereka dengan segala cara yang diperlukan. Mereka tidak akan tinggal diam menghadapi ancaman terhadap sumber daya alam dan mata pencaharian mereka. Dengan tekad yang bulat, mereka siap melawan untuk melindungi apa yang menjadi hak mereka. (KBO Babel/Tim)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama